Rabu, 17 November 2010

Rumah Mungil Yang Malang

Rumah mungil yang malang. Hanya itu yang dapat aku ucapkan kala melihat nasib sahabatku itu. Aku mengenalnya dulu, telah lama sekali sejak ia masih sebuah rumah mungil yang sehat. Kala itu ia selalu ceria dan memberikan cahaya bagi orang lain.

Kami telah melalui terlalu banyak hal bersama. Terlalu banyak sehingga bahkan Tuhan pun tidak bisa memisahkan kami. Kesedihan, kebahagiaan, tawa dan air mata, semuanya kita berbagi.

Kala aku menyetubuhi wanita pertamaku, Rumah mungil dengan setia menaungi birahi kami. Saat hujan membuat hatiku retak, ia melindungi aku dari dinginnya dunia. Rumah mungil membuatku mampu melalui terjangan hidup.

Tapi awan panas dan debu merapi serta goncangan bumi telah mengambil rumah kecilku. Sekarang ia hanyalah puing-puing yang rata dengan tanah, tertimbun tanah, pasir dan debu. Aku tertunduk, jatuh pada lututku menyapu tanah.

Rumah kecilku tak ada lagi.